INDONESIAKININEWS.COM - Pemimpin Redaksi KATTA, Ade Mulyana, mengatakan nampaknya pengamat komunikasi politik Effendi Gazali tak memahami k...
INDONESIAKININEWS.COM - Pemimpin Redaksi KATTA, Ade Mulyana, mengatakan nampaknya pengamat komunikasi politik Effendi Gazali tak memahami kegiatan redaksi sebuah media yang tengah mendalami kasus bantuan sosial Covid-19 yang telah menyeret bekas Mensos Julian Batubara.
Apalagi, pernyataan Effendi yang terkesan akan mengancam kegiatan wartawannya, sesaat sebelum menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, pada Kamis, 25 Maret 2021 kemarin.
Meski demikian, Ade Mulyana menanggapi santai apa yang disampaikan Effendi meski misalnya tidak menjawab pertanyaan media soal benar tidaknya menjadi pemilik kuota bansos Covid-19 tersebut.
Dia mencontohkan kasus di Indonesia dimana seseorang yang namanya disebut atau diberitakan terkait kasus korupsi, kerap melakukan serangan balik diantaranya membuat laporan dengan tuduhan pencemaran nama baik dan tuduhan lainnya.
"Sebagai pakar komunikasi, Pak Effendi tentu paham betul harus melakukan apa agar materi pemeriksaan di kasus bansos tidak menjadi perhatian media dan publik," imbuh Ade.
Ade pun tak menepis jika awaknya medianya melakukan komunikasi melalui pesan Whatsapp dan mewawancara tatap muka dengan Effendi. Langkah ini ditempuh dalam rangka konfirmasi sekaligus klarifikasi untuk penyusunan laporan berita terkait dugaan keterlibatan Effendi dalam kasus bansos Covid.
Hal yang dikonfirmasi kepada Effendi antara lain terkait informasi sebagai pemilik kuota paket pengadaan sembako pada gelombang pertama dan delapan dari 12 gelombang pengadaan.
Pada gelombang pertama tertulis nama Effendi Gazali (Pengamat Politik) sebagai pemilik 162.250 paket bansos dengan nilai kontrak senilai Rp48.75 miliar. Sementara pada pengadaan gelombang delapan, nama Effendi Gazali tertulis sebagai pemilik 20 ribu kuota.
Pengadaan sembako total 164.255 paket atas nama Effendi kemudian dikerjakan oleh vendor yang sama, yakni CV berinisial HBN.
"Ada banyak informasi lain yang juga perlu dikonfirmasi kepada Pak Effendi sebagai bagian dari kerja-kerja jurnalistik. Perlu saya sampaikan bahwa redaksi sangat kaget dengan informasi nama Pak Effendi muncul sebagai pemilik kuota bansos, apalagi sebelumnya Pak Effendi juga pernah diperiksa sebagai saksi di kasus suap benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan."
"Kami percaya betul Pak Effendi tidak terlibat, dan karenanya tim redaksi kami menyediakan ruang kepada Pak Effendi untuk menyampaikan jawaban," tutur Ade.
Ade pun menceritakan ihwal pertemuan tim redaksinya dengan Effendi, awalnya dilakukan melalui pesan Whatsapp pada 16 Maret 2021 seperti disampaikan Effendi.
Langkah ini ditempuh dengan pertimbangan saat ini tengah pandemi Covid-19. Meski begitu, Effendi tidak mengijinkan semua jawabannya dikutip dalam berita.
Effendi berkenan untuk diberitakan jika redaksi melakukan wawancara tatap muka. Effendi menawarkan untuk bertemu di kantor redaksi atau di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dimana Effendi sendiri menghendaki tatap muka dilakukan di TMII dengan menyebut banyak tempat santai untuk mengobrol.
Redaksi memenuhi ajakan Effendi bertemu di Taman Kebudayaan Tionghoa, TMII, pada tanggal 17 Maret 2021. Namun, Effendi melarang tim redaksinya merekam pembicaraan dan mengabadikan pertemuan. Selain itu, Effendi juga meminta seluruh pembicaraannya tidak dijadikan berita.
"Tapi foto wartawan saya yang bertemu Pak Effendi di Taman Kebudayaan Tionghoa menyebar. Saya pastikan foto yang juga ditunjukkan Pak Effendi sebelum menjalani pemeriksaan penyidik KPK itu diambil staf Effendi yang hadir dalam pertemuan. Kuat dugaan saya pertemuan sudah disetting untuk menjebak. Terbukti Pak Effendi mengakui merekam pembicaraan dalam pertemuan itu," tutur Ade.
Bahkan dalam pertemuan itu, kata Ade dari obrolan wartawannya dengan Effendi, sang akademisi dari Universitas ternama di Indonesia itu sempat membawa-bawa nama anggota Dewan Pers, pemimpin redaksi media online dan cetak, serta aktivis anti korupsi.
Dengan lantangnya Effendi pun, lanjut Ade menyingung nama-nama komisioner KPK yang disebut sebagai kenalannya, serta mengaku memiliki BAP kasus bansos yang menurutnya didapat dari seseorang dari pimpinan KPK. Effendi juga meminta saran untuk mengurangi efek buruk pemberitaan bagi keluarga terutama anaknya.
"Tuduhan Pak Effendi seolah-olah ada permintaan sejumlah uang tidaklah benar. Kita punya semua chat Whatsapp Pak Effendi termasuk beberapa chat yang dia hapus. Soal isi pesan yang dihapus tidak perlu saya ungkap," singgung Ade.
Terlepas dari tudingan pemerasan dan ancaman melaporkan wartawannya ke Dewan Pers, Ade Mulyana mengatakan pemeriksan oleh penyidik KPK membuktikan informasi yang pernah dikonfirmasi tim redaksinya lebih dari sepekan lalu kepada Effendi terkait kasus bansos bukan mengada-ada.
Dia berharap Effendi yang juga pernah diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap izin ekspor benur yang menjerat mantan Menteri KKP Edhy Prabowo jujur dan transparan menyampaikan terkait posisi dan perannya yang disebut sebagai pemilik kuota paket sembako.
"Masa iya pemeriksaan KPK tanpa didasari kesaksian para pihak yang terkait dengan perkara bansos seperti dikatakan Pak Effendi? Jadi saya kira, wajar saja bila Pak Effendi menempuh cara-cara setidaknya bagaimana nama Pak Effendi di kasus bansos tidak menjadi sorotan media dan publik," imbuh Ade.
Terakhir, Ade berharap KPK mengusut tuntas kasus korupsi bansos Covid-19 termasuk segera menetapkan tersangka baru. Ditegaskannya, korupsi adalah musuh bersama yang menjadi penyebab rusaknya bangsa dan negara.
"Kami berharap tuduhan tak berdasar Pak Effendi Gazali tidak membuat fokus terhadap kasus dan penuntasan kasus korupsi Bansos Covid terabaikan. Termasuk membongkar terkait munculnya nama Pak Effendi yang disebut-sebut menjadi satu dari belasan nama pemilik kuota pengadaan paket sembako Covid," demikian kata Ade Mulyana.
s: pikiran-rakyat.com