INDONESIAKININEWS.COM - Taliban menguasai Afghanistan untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir. Tetapi dalam waktu 10 hari mengusasi A...
INDONESIAKININEWS.COM - Taliban menguasai Afghanistan untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir. Tetapi dalam waktu 10 hari mengusasi Afghanistan, Taliban justru menghadapi krisis ekonomi dan kekuasaan.
Dari sisi ekonomi, krisis yang dihadapi Taliban antara lain, sistem perbankan Afghanistan runtuh, nilai mata uang anjlok, cadangan devisa di luar negeri dibekukan, uang beredar menipis, bantuan internasional dihentikan, dan tak ada akses untuk pengiriman uang dari luar negeri.
Hal itu, semakin diperparah dengan pasokan barang dan bahan makanan yang kian menipis, serta gelombang pengungsi karena ketidakpercayaan warga Afghanistan pada kepemimpinan Taliban.
Fawaz Gerges, profesor hubungan internasional di London School of Economics (LSE), mengatakan kondisi ini membuat Taliban harus menyediakan barang dan jasa bagi rakyat Afghanistan untuk menunjukkan bahwa mereka memegang kendali kekuasaan negara itu.
"Saya pikir adalah kepentingan pribadi Taliban untuk menyediakan barang dan jasa bagi rakyat Afghanistan, untuk menunjukkan bahwa mereka sekarang yang memegang kendali, dan mereka adalah pemerintah yang berfungsi, setelah merebut kekuasaan dari pemerintah Afghanistan," kata Fawaz Greges, seperti dikutip BBC, Rabu (25/8/2021).
Menurut dia, jika krisis ekonomi dan kekuasaan tak dapat diatasi, Taliban akan membawa Afghanistan pada krisis kemanusiaan, seperti yang terjadi di Suriah dan Yaman.
Sebelum dikuasai Taliban, ekonomi Afghanistan sebenarnya dalam kondisi yang rapuh, karena sangat bergantung pada bantuan asing. Suatu negara dianggap bergantung pada bantuan ketika 10 persen atau lebih dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) berasal dari bantuan asing.
"Dalam kasus Afghanistan, sekitar 40 persen dari PDB berasal dari bantuan internasional," bunyi laporan Bank Dunia, seperti dikutip BBC.
Berikut rangkuman BBC terkait kondisi ekonomi Afghanistan setelah dikuasai Taliban dalam 10 hari terakhir, tepatnya pada 15 Agustus 2021:
1. Sistem perbankan internal Afghanistan lansung mengalami keruntuhan karena bank-bank tutup.
2. Mata uang Afghanistan anjlok karena hilangnya kepercayaan internasional terhadap kepemimpinan Taliban. Uang beredar pun menjadi sedikit, bahkan sebagian besar mesin ATM kehabisan stok uang karena bank-bank tutup.
3. Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional International Monetary Fund/IMF) menyatakan menghentikan pinjaman.
4. Negara-negara pendonor seperti Amerika Serikat (AS) dan Jerman, juga sejumlah lembaga kemanusiaan mengumumkan berhenti mengirim bantuan asing ke Afghanistan.
5. Cadangan devisa bank sentral Afghanistan, Da Afghanistan Bank (DAB), dibekukan AS dan negara-negara G-7.
6. Perusahaan transfer internasional, yakni Western Union dan MoneyGram menangguhkan layanan di Afghanistan, yang secara efektif memotong pasokan uang keluarga dari luar negeri juga.
"Selain melalui bantuan asing, sekitar 4 persen dari PDB Afghanistan dikontribusi oleh pengiriman uang dari luar negeri. Hal itu menunjukkan Afghanistan adalah salah satu negara yang paling bergantung pada pengiriman uang di dunia," bunyi laporan BBC.
Sementara dari sisi kekuasaan, Taliban mengalami krisis karena sebagian besar warga Afghanistan memilih melarikan diri ke negara tetangga, bahkan menunggu bantuan negara-negara untuk menerima pengungsi.
"Pada saat yang sama, negara itu menghadapi eksodus orang, dimana setiap hari ribuan orang bergegas ke bandara untuk mencoba melarikan diri dari kekuasaan Taliban," bunyi kutipan BBC.
Editor : Jeanny Aipassa
Lihat artikel asli
S:Inews