INDONESIAKININEWS.COM - Anak Presiden Jokowi yang tengah naik daun di dunia bisnis, Kaesang Pangarep baru saja membeli saham perusahaan mak...
INDONESIAKININEWS.COM - Anak Presiden Jokowi yang tengah naik daun di dunia bisnis, Kaesang Pangarep baru saja membeli saham perusahaan makanan beku senilai Rp92,2 miliar.
Menanggapi hal tersebut mantan Menteri Keuangan periode 2015-2016 Rizal Ramli mempertanyakan sumber dana yang dipakai Kaesang.
Dirinya menilai bahwa uang yang dipakai Kaesang itu tidak mungkin hanya berasal dari bisnisnya saja.
Dirangkum Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal Youtube Refly Harun pada Senin, 13 Desember 2021, Rizal Ramli pertama-tama mengungkapkan bahwa keserakahan di tengah pandemi Covid-19 tidak mencerminkan Indonesia.
Karena jika Indonesia menganut pada filosofi Pancasila dan Undang-Undang Dasar, kata dia, seharusnya masyarakat menentang kapitalisme ugal-ugalan.
"Kita menentang kapitalisme ugal-ugalan karena para pendiri negara kita kuliah di Eropa tahun 20-an, tahun depresi ekonomi. Jadi mereka nggak lihat kelebihan dari kapitalisme ugal-ugalan, mereka nggak mau," ucapnya.
Tapi kata Rizal Ramli, bukan berarti para pendiri Indonesia memilih sistem komunis. Mereka menurutnya memilih jalan tengah.
Namun dia menegaskan bahwa fenomena yang terjadi di Pemerintahan Jokowi ini bukan juga kapitalisme.
"Yang terjadi hari ini bukan kapitalisme, kapitalisme itu kompetitif, ada governance, ada transparansi, dan accountability," tuturnya.
Menurutnya yang terjadi saat ini di rezim Jokowi adalah negara kleptokrasi.
"Yang terjadi ini ya bahasa sopannya negara kleptokrasi, jangan di bahasa indonesiakan nanti jadi masalah," ucapnya.
Kleptokrasi adalah yang berasal dari publik/rakyat untuk memperkaya kelompok tertentu atau diri sendiri. Pemerintahan ini umumnya tidak jauh dari praktik-praktik korupsi, kezaliman dan kriminalisasi.
Rizal Ramli menjelaskan bahwa negara kleptokrasi lebih mengerikan daripada sistem kapitalisme.
"Kapitalisme itu ada kompetisi dan didukung oleh trias politika sehingga lembaga-lembaga saling mengawasi," ucapnya.
"Contohnya Perdana Menteri Abe di Jepang. Dia "puasa" delapan tahun dan di tahun ke-8 dia ngajak makan malam teman-temannya," sambungnya.
Pada saat itu menurut Rizal Ramli, stafnya lupa dan membayar makanan tersebut dengan uang negara.
Meskipun hanya lima ribu dollar, informasi itu bocor kepada wartawan dan akhirnya "digorenglah" oleh para wartawan itu.
"Karena wartawannya di sana independen bukan kayak di sini. Wartawan di sini kan dikandangin semua, wartawan peliharaan istilahnya," ungkapnya.
Pada akhirnya PM Abe pun mengundurkan diri. Kejadian ini juga pernah terjadi kepada seorang menteri Prancis yang ketahuan pakai mobil dan supir dinas untuk liburan atau kepentingan pribadi.
Rizal Ramli kemudian menjelaskan bahwa tokoh-tokoh kemerdekaan Republik Indonesia rata-rata memiliki standar etika Eropa.
"Orang seperti Bung Hatta, Agus Salim, dan yang lainnya, mereka tidak mau menyalahgunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri," tuturnya.
"Tidak mau memanfaatkan haknya rakyat dan negara untuk keuntungan pribadi, itu standar etika Eropa," tambah Rizal Ramli.
Namun sejak Orde Baru, kata dia, Indonesia semakin kacau dan saat ini lebih kacau lagi.
"Mulai Orde Baru makin kacau, tapi hari ini bukan hanya lebih kacau, jadi super kacau," ucapnya.
Dirinya mengakui bahwa dahulu pernah membuat istilah "pengpeng" yang memiliki arti pengusaha sekaligus pejabat.
Meskipun kedua profesi itu menurutnya adalah profesi yang mulia, namun jika digabungkan akan menjadi kacau.
"Yang masalah kalau keduanya digabungkan bisa kacau, negara jadi rusak dan rakyat dirugikan. Nah yang terjadi itu sekarang hanya ganti tokohnya doang," tuturnya.
"Kami terlalu banyak tahulah kalau mau diungkapin, malu kita juga dengernya," tambahnya.
Rizal Ramli pun kemudian melanjutkannya dengan membahas anggaran pandemi Covid-19 pada tahun 2020 yang menurutnya sia-sia.
"Selanjutnya adalah, pandemi itu kan masa susah, yang meninggal ratusan ribu orang. Harusnya kan kita kompak kita saling bantu," ungkapnya.
Kok bisa-bisanya sepanjang tahun 2020, kata Rizal Ramli, anggaran yang dipakai untuk melawan pandemi sebesar Rp1.035 triliun tidak berdampak sama sekali.
"Pandemi itu mulai ada perbaikan penyelesaiannya pada kuartal pertama tahun 2021 karena strateginya lebih jelas," ungkapnya.
Dalam masa susah itu, menurutnya, justru orang-orang di Indonesia ini banyak yang mencari kesempatan.
"Rakyat lagi susah lagi mereka memanfaatkan kekuasaannya untuk memperkaya diri dan kelompoknya, ini udah keterlaluan banget," tuturnya.
Meskipun dia mengakui tidak menyukai Presiden Jokowi diproses dan diadili secara hukum, tapi untuk saat ini hal itu mesti dilakukan.
"Mungkin karena sudah keterlaluan, barangkali kita bikin sejarah baru supaya kapok gitu loh. Pejabat negara itu amanah ya kan, kalo enggak ya gak kapok-kapok," ungkapnya.
"Dulu kita kritik KKN ya kan, Tommy Soeharto terutama anak-anaknya. Hari ini ada anak kecil beli investasi saham ratusan miliar, duit dari mana? Itu kan duit dari bisnis jualan pisang doang ditambah jualan martabak," sambungnya.
Maka dari itu menurut Rizal Ramli semua ini berhubungan dengan keserakahan tanpa batas, kesempatan dalam kesempitan.
Oleh karena itu dirinya meminta Presiden Jokowi diproses karena permasalahan Indonesia sudah sangat kompleks.
"Kita udah waktunya yang benar kita katakan benar, benang basah kita tegakkan. Tapi nggak mungkin karena Indonesianya sudah super kompleks, super ruwet," ungkapnya.
"Satu-satunya cara ya benangnya diambil ujungnya dan ditarik ke atas. Jadi kita fokus aja sama ujungnya benang (Presiden Jokowi)," tutup Rizal Ramli.***
S:PikiranRakyat