INDONESIAKININEWS.COM - Bantul, DIY — Kisah pilu Mbah Tupon (68), warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (D...
INDONESIAKININEWS.COM - Bantul, DIY — Kisah pilu Mbah Tupon (68), warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tengah menyita perhatian publik. Pria yang berprofesi sebagai petani ini terancam kehilangan tanah warisannya seluas 1.655 meter persegi beserta dua bangunan rumah akibat ulah mafia tanah.
Tanah tersebut kini dalam status lelang bank setelah sertifikat tanah milik Mbah Tupon secara tiba-tiba dibaliknama ke orang tak dikenal bernama IF, tanpa sepengetahuannya. Kejadian ini bermula pada tahun 2020 ketika Mbah Tupon ingin menjual sebagian lahannya kepada pembeli inisial BR.
Kronologi Awal Transaksi
Pada 2020, Mbah Tupon menjual tanah seluas 298 meter persegi kepada BR dengan harga Rp 1 juta per meter persegi. Selain itu, ia juga menghibahkan sebagian tanah untuk keperluan umum, yaitu seluas 90 meter persegi untuk pembukaan jalan dan 54 meter persegi untuk gudang RT.
Setelah proses penjualan tersebut, BR menyarankan agar sisa lahan seluas 1.655 meter persegi dipecah menjadi empat sertifikat, masing-masing atas nama Mbah Tupon dan ketiga anaknya.
BR bahkan menawarkan diri membiayai proses pemecahan sertifikat tersebut, dengan utang sekitar Rp 35 juta dari Mbah Tupon.
Namun, ternyata janji tersebut tidak terbukti. Mbah Tupon beberapa kali bertanya kepada BR apakah sertifikat sudah selesai diproses, tetapi jawaban yang didapat hanya penundaan.
Sertifikat Dibaliknama dan Diagunkan ke Bank
Pada Maret 2024, keluarga Mbah Tupon mendapat kabar mengejutkan dari pihak bank. Sertifikat tanahnya diketahui telah dibaliknama ke seseorang bernama IF dan diagunkan ke bank senilai Rp 1,5 miliar, tanpa ada angsuran sama sekali dari debitur tersebut.
Yang lebih mencengangkan, tanah tersebut sudah masuk tahap lelang pertama oleh bank. Padahal, Mbah Tupon maupun keluarganya tidak pernah mengajukan pinjaman atau kredit ke bank tersebut.
"Bank membawa fotokopi sertifikat. Di situ jelas tertulis nama IF. Kami shock," ujar Heri Setiawan, anak pertama Mbah Tupon.
Heri menjelaskan bahwa ayahnya hanya diminta tanda tangan sebanyak tiga kali selama proses jual beli dengan BR. Sayangnya, Mbah Tupon tidak bisa membaca dokumen-dokumen tersebut karena buta aksara dan tidak ada satu pun anaknya yang mendampingi saat penandatanganan.
Dugaan Keterlibatan Notaris dan Perantara
Saat kasus ini mulai terkuak, BR beralasan bahwa kemungkinan besar notarislah yang melakukan kesalahan. Ia lalu menyuruh TR, salah satu kerabatnya, untuk membantu melaporkan kasus ini ke Polda DIY.
Kepada penyidik, Heri melaporkan semua pihak yang diduga terlibat, yakni BR, TR, TRY, AR, dan IF. Penyidik menyebut kasus ini berpotensi merupakan modus operandi mafia tanah yang terorganisir.
“Kata penyidik, ini sudah termasuk mafia. Harus dilaporkan semua,” ungkap Heri.
Trauma hingga Butuh Pendampingan
Akibat tekanan batin dan rasa khawatir akan kehilangan tempat tinggal, Mbah Tupon sempat sering pingsan dan trauma terhadap tanda tangan. Ketua RT 04 Ngentak, Agil Dwi Raharjo, mengungkapkan bahwa Mbah Tupon adalah sosok yang sangat peduli terhadap lingkungan.
“Beliau suka gotong royong, sering bawa ketela dan jagung saat acara warga. Bahkan tanahnya digunakan untuk jalan dan gudang RT,” kata Agil.
Warga sekitar pun memberikan dukungan moril dan siap mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka berharap sertifikat tanah Mbah Tupon dapat dikembalikan ke asalnya.
"Saat ini Mbah Tupon sudah mulai punya harapan lagi. Banyak doa dan dukungan dari masyarakat," tambah Agil.
Tanggung Jawab Polda DIY
Sementara itu, Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan, menyatakan akan menanyakan terlebih dahulu detail laporan dari penyidik yang menangani kasus ini.
“Mohon waktu ya, kami akan koordinasikan dengan penyidik terkait,” ucap Ihsan saat dihubungi awak media.
Imbauan untuk Masyarakat
Kasus seperti yang dialami Mbah Tupon menjadi pengingat pentingnya masyarakat, khususnya yang memiliki keterbatasan pendidikan dan ekonomi, untuk lebih waspada dalam urusan administrasi tanah dan sertifikat. Proses jual beli atau pemecahan sertifikat harus dilakukan secara transparan dan dengan pendampingan ahli hukum atau keluarga. (Kompas.com)
#BeritaTerbaru #MafiaTanah #Bantul #JaminanHakAtasTanah #PoldaDIY #TanahWarisan #PenipuanTanah