INDONESIAKININEWS.COM - Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin membebaskan DW (23), yang menyebarkan ajaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Fa...
INDONESIAKININEWS.COM - Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin membebaskan DW (23), yang menyebarkan ajaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Facebook. Majelis tinggi menilai kekhawatiran penyebaran ajaran HTI bisa memicu konflik hanya prediksi belaka.
Hal itu terungkap dalam putusan PT Banjarmasin yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Kamis (17/12/2020). Kasus bermula saat DW mem-posting sebuah tulisan dan ajaran HTI di akun Facebook miliknya. Di antaranya:
6 Desember 2019
DW mem-posting:
Dalam sejarahnya yang panjang, HTI blm pernah sekalipun main kekerasan, karena memang Thariqoh dakwahnya adalah dakwah pemikiran, bukan dengan cara kekerasan.
29 Desember 2019
DW mem-posting:
dakwahnya Hizbut Tahrir memang ajaran islam... Untuk orang2 yg gila kekuasaan, tidak ingin syariat ditegakkan maka mereka akan menggunakan berbagai cara untuk menyingkirkanya.
Dan seterusnya.
27 Januari 2020
DW mem-posting:
Keikhlasan dan Kegigihan Kader-kader Dakwah HTI
Oleh: Nasrudin Joha
Saya bisa merasakan, betapa gigih dan ikhlasnya kader-kader HTI. Sejak era tahun 80-an, hingga hari ini, mereka tetap konsisten mendakwahkan ajaran Islam Khilafah
Sejak awal hadirnya, HTI tidak pernah menggunakan cara-cara kekerasan, murni pemikiran dan politik. Dalam setiap isu keumatan, selain menjelaskan realitas fakta secara rinci, HTI juga selalu menawarkan solusi Islam berikut dalil-dalil rujukannya.
Dan seterusnya.
29 Januari 2020
DW mem-posting:
IYA, KAMI AGEN HTI, TERUS KENAPA?
Oleh: Arifin Alfatih (Aktifis Islam, Penulis buku "Misi Rahasia Mush'ab bin Umair").
Jika mereka yang memperjuangkan penerapan hukum Islam kalian sebut radikal, jika yang menyuarakan penolakan anti pacaran anti zina kalian anggap melanggar hak asasi, Jika yang mendakwahkan Syariah dan Khilafah kalian sebut HTI radikal-intoleran, maka biarkan kami menerima semua tuduhan itu.. sebab cinta kami pada negeri ini, pada umat ini lebih besar dan tidak akan pernah luntur apalagi rapuh hanya karena tuduhan murahan yang kalian lontarkan.
Dan seterusnya.
Polisi rupanya mengendus posting-an DW lewat patroli siber. Anggota Polres Kotabaru yang sedang melakukan patroli siber kemudian memantau pergerakan akun DW. Setelah dilakukan penyidikan, DW ditangkap dan diproses secara hukum.
Pada 26 Oktober 2020, PN Kotabaru menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa permusuhan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antaragolongan (SARA).
PN Kotabaru menjatuhkan pidana kepada DW dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp 20 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
PN Kotabaru menyatakan hal yang memberatkan perbuatan DW adalah perbuatannya menyimbang dari ideologi Pancasila. Selain itu, posting-an terdakwa di medsos bisa menyebabkan disintegrasi bangsa.
Perbuatan mem-posting tulisan-tulisan pada akun Facebook adalah tanpa hak karena tulisan-tulisan tersebut berisi tujuan untuk membentuk sistem khilafah yang bertentangan dengan ideologi Pancasila yang menjadi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Atas putusan itu, DW mengajukan banding dan dikabulkan.
"Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya. Membebaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari dakwaan tersebut," demikian putus ketua majelis Wahyono.
Duduk sebagai anggota majelis, Suhartanto dan Sitti Suryati. Majelis membebaskan terdakwa dengan alasan posting-an terkait HTI dalam perkara a quo yang dikhawatirkan membikin gaduh dapat mempengaruhi orang atas paham yang dianut oleh HTI, bahkan bisa menimbulkan konflik antara kaum nasionalis dan simpatisan HTI karena konsep HTI banyak yang bertentangan dengan prinsip-prinsip negara yang telah menjadi kesepakatan final, sehingga apabila ada paham baru yang ingin membentuk dasar negara baru, maka akan terjadi konflik, hanyalah merupakan pendapat ahli dan bukan merupakan kenyataan yang terjadi.
"Sehingga kalimat-kalimat saksi tersebut menurut majelis hakim hanyalah suatu prediksi saja. Belum ada kenyataan rasa kebencian dan permusuhan yang timbul akibat dari posting-an Terdakwa," ucap majelis dalam vonis yang dibacakan pada Kamis (17/12) siang ini.
s: detik.com