INDONESIAKININEWS.COM - Blusukan Presiden Jokowi dengan seorang gubernur yang bolak-balik ke kuburan, ikut dikomentari Direktur Charta Poli...
INDONESIAKININEWS.COM - Blusukan Presiden Jokowi dengan seorang gubernur yang bolak-balik ke kuburan, ikut dikomentari Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya.
Yunarto Wijaya menilai tak ada teladan yang bisa diambil dari seorang gubernur yang bolak-balik kuburan.
Lain dengan blusukan Presiden Jokowi yang memiliki banyak makna di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
Presiden Jokowi blusukan ke warga di Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Kamis (15/7/2021).
Saat blusukan, Jokowi memberi paket sembako dan obat bagi warga yang sedang isolasi mandiri.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan aksi blusukan tersebut merupakan karakter asli dari Jokowi.
Pramono Anung juga menekankan blusukan tersebut memang permintaan Jokowi sendiri.
"Ini sebenarnya karakter Presiden, itu Presiden yang meminta langsung,
karena dalam kondisi saat ini kehadiran seorang pemimpin langsung di tengah masyarakat sangat diperlukan," kata Pramono Anung dikutip TribunnewsBogor.com dari akun Youtube Najwa Shihab dalam tayangan Mata Najwa.
Pramono Anung menyadari banyak kritik yang datang setelah Jokowi blusukan.
"Kalau ada oposisi, pengamat yang mengkritik menurut saya biasa saja,
ini betul-betul Presiden ingin hadir di tengah masyarakat yang sedang menghadapi kesulitan," katanya.
Banyak pendapat seharusnya yang melakukan kegiatan seperti ini bukan Presiden, melainkan kepala daerah.
"Ya gak apa-apap, rakyat juga melihat dengan kehadiran Presiden menjadi semangat, ada harapan, penangana covid bisa tertangani dengan baik yang dipimpin langsung Presiden, kehadiran presidne itu menyejukan publik," kata Pramono Anung.
Sementara itu Yunarto Wijaya mengatakan variabel terpenting dari aksi blusukan adalah sebuah keterbukaan informasi.
"Variabel terpenting bukan simbol kehadiran, keterbukaan terhadap informasi yang paling penting.
kehadiran secara simbolik dari pemimpim itu sangat dibutuhkan," kata Yunarto.
Yunarto Wijaya mengatakan situasi seperti sekarang ini membutuhkan segala sesuatu yang lebih.
"Ini situasi yang tidak biasa membutuhkan perhatian lebih dan segala sesuatu yang lebih,
tidak cukup APBN tidak cukup aturan sebagus apapun kalau kemudian tidak ada kolaborasi dengan elitenya dengan warganya atau antar warganya," kata Yunarto Wijaya.
Aksi blusukan Jokowi juga, kata Yunarto, dapat menjadi sebuah teladan bagi banyak pihak.
"Penting dari kegiatan simbolik ini adalah bisa menjadi teledan,
contoh misalnya ketika Presiden memberi sembako betul itu memang paling lima rumah,
pentingnya apa ? lho kan tetap akan ada pembagian sembako dalam jumlahnya jutaan,
tetapi kehadiran Presiden itu memastikan malulah kepala daerah, level camat atau lurah kalau kemudian ini tidak tersalurkan dengan baik kalau sudah diberi contoh oleh pemimpinnya," kata Yunarto Wijaya.
Sama halnya dengan seorang kepala daerah yang menyisihkan gajinya untuk membantu masyarakat.
Memang, kata Yunarto Wijaya, jumlahnya tak besar dan tak akan bisa membantu semua masyarakat.
Namun setidaknya, tindakan itu bisa menggugah pihak lain untuk turut melakukan hal baik.
"Saya malah gak ngerti sampai sekarang ada seorang gubernur yang bolak-balik datang ke kuburan, apa makna dan yang bisa diteladani dari hal itu ?" kata Yunarto Wijaya.
Meski begitu, Yunarto Wijaya menekankan kegiatan simbolik dengan memawa makna demikian harus tetap hati-hati.
"Dengan catatan jangan sampai kegiatan simbolik ini malah melanggar aturan sendiri, contoh kerumumanan yang sempat muncul di acara Jokowi di NTT," kata Yunarto Wijaya.
s: tribunnews.com