INDONESIAKININEWS.COM - Pakar hukum tata negara, Refly Harun, turut mengomentari pernyataan dr. Eva tentang hukuman bagi terdakwa kasus unl...
INDONESIAKININEWS.COM - Pakar hukum tata negara, Refly Harun, turut mengomentari pernyataan dr. Eva tentang hukuman bagi terdakwa kasus unlawful killing di KM 50 terhadap anggota Laskar FPI.
Refly Harun menyoroti pernyataan dr. Eva yang mengatakan bahwa terdakwa pembunuh 6 Laskar FPI itu sekejam PKI dan pantas untuk dihukum mati.
Mendengar aspirasi dari dr. Eva tentang hukuman mati bagi terdakwa kasus unlawful killing terhadap 6 anggota Laskar FPI, Refly Harun menilai pendapat tersebut sah-sah saja.
"Sah-sah saja ya, karena ini menyangkut sebuah kejadian yang sekarang memang sedang disidangkan dan kita sedang menunggu, kira-kira apa hukuman yang akan dijatuhkan," ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun.
Sang pakar hukum pun menunggu keputusan yang nantinya akan dijatuhkan terhadap para terdakwa, terutama Briptu Fikri Ramadhan.
Pasalnya, kata Refly, menurut surat dakwaan yang dibacakan jaksa, Briptu Fikri jelas-jelas menembak saat keadaan sedang tidak mencekam.
"Karena untuk Briptu Fikri Ramadhan berdasarkan dakwaan, jelas dia menembak ketika situasi sudah normal," tuturnya menerangkan.
Dalam surat dakwaan, dijelaskan bahwa Briptu Fikri menembak M Reza dan Suci Khadavi ketika sebelumnya dua anggota Laskar FPI telah ditembak hingga tewas oleh Ipda Elwira Priadi Z (almarhum).
Namun, tembakan Briptu Fikri Ramadhan itu dilepaskan saat keadaan sudah kembali tenang usai Ipda Elwira menembak 2 anggota Laskar FPI.
Oleh karena itu, diduga ada kesengajaan yang dilakukan oleh Briptu Fikri dalam menembak, dan bukan dalam rangka membela diri atau melumpuhkan.
Sementara itu, terkait dengan hukuman mati yang disinggung oleh dr. Eva, Refly Harun menilai ada tiga hal yang harus diperhatikan.
"Pertama bahwa dakwaannya itu tidak masuk pasal hukuman mati tapi pembunuhan biasa, bukan pembunuhan berencana. Bahkan, lebih rendah lagi subsidernya lagi penganiayaan, hukuman maksimalnya cuma '15 tahun'," tuturnya.
"Yang kedua, kita tidak tahu apakah benar skenario atau dakwaan ini apa adanya seperti itu, mengingat kasus ini seperti gelap, penuh dengan misteri, penuh dengan kabut," ujar sang pakar hukum menjelaskan.
Tak heran, lanjut Refly, jika pihak Habib Rizieq dan keluarga korban menolak persidangan terhadap kasus unlawful killing ini.
Pasalnya, mereka menilai persidangan tersebut hanya sekadar sandiwara untuk menutupi hal yang sebenarnya.
"Yang ketiga, hukuman mati itu sendiri memang memunculkan kontroversi. Kalau ditanyakan kepada aktivis HAM, mereka pasti tidak setuju hukuman mati, karena itu adalah tren internasional untuk menghapuskan hukuman mati," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Dokter Indonesia Bersatu, dr. Eva menilai pembunuhan terhadap enam anggota Laskar FPI adalah tindakan yang sangat kejam.
Ia bahkan menyamakan aksi pembunuhan ini sekejam pembunuhan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
dr. Eva menyebutkan para tersangka yang telah menewaskan enam pengawal Habib Rizieq itu pantas dihukum mati.
"Sudah sepantasnya hukuman mati, membunuh sipil dengan sewenang wenang, sekejam PKI," ujarnya lewat cuitan di akun Twitter pribadinya @__Sridiana_3va.
Lebih lanjut, dr. Eva menilai bahwa kasus yang didakwakan kepada Habib Rizieq hanya menyangkut pelanggaran protokol kesehatan.
"Padahal hanya masalah Pelanggaran Prokes Kejam !! Biadab !! Hutang nyawa bayar nyawa," tuturnya melanjutkan.
s: pikiran-rakyat.com