Eks Amir atau pimpinan tertinggi terakhir Jemaah Islamiyah (JI), Ustad Para Wijayanto mengungkap alasan Jemaah Islamiyah (JI) membubarkan diri dan kem
INDONESIAKININEWS.COM - Eks Amir atau pimpinan tertinggi terakhir Jemaah Islamiyah (JI), Ustad Para Wijayanto mengungkap alasan Jemaah Islamiyah (JI) membubarkan diri dan kembali bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal itu disampaikan Para saat mengisi Kuliah Umum dan Bedah Buku JI the Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah, yang digelar di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Rabu (4/6/2025).
Para menyebut, ada empat alasan JI memilih untuk membubarkan diri dan bergabung kembali ke NKRI.
"Kita mulai meneliti ulang perbuatan apa yang sudah dilakukan anggota JI. Pendekatan ini menggunakan pendekatan Pareto artinya 20 dan 80 yang berbuat 20 persen tapi menghasilkan masalah 80. Bukan semuanya tapi oknum JI, menghasilkan 80 persen masalah yang dihadapi JI,” ujarnya di UNU Yogyakarta, Rabu (4/6/2025).
4 Alasan Membubarkan Diri
Dia membeberkan, ada 4 masalah utama sebagai latar belakang JI membubarkan diri.
Pertama adalah sikap JI cenderung melebih-lebihkan secara ekstrem.
Ia mencontohkan, warga JI cenderung sering mengkafirkan sesama muslim yang berada di luar kelompok JI. Paham ini masuk ketika kitab berjudul Al Jami Fi Thalabil Ilmi Syarif yang ditulis oleh Abdul Kadir bin Abdul Aziz memperkenalkan istilah thaghut dengan keras.
“Ketika melakukan mengkafirkan berarti menghalalkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya ini yang menjadi masalah,” ujar Para.
Kedua, soal terorisme.
JI melakukan terorisme dengan melakukan aksi bom Bali satu, bom kedutaan Filipina, bom kedutaan Australia, bom di Marriot, Ritz Carlton, hingga pengeboman gereja.
“Itu merupakan problem kedua, yaitu terorisme,” ujar Para.
Ketiga, JI membubarkan diri yaitu terkait dengan radikalisme yakni keinginan mengubah sistem pemerintahan di wilayah Indonesia menjadi negara Islam.
“Misinya sarana menegakkan Islam harus punya negara Islam,” kata dia.
Para menyampaikan keinginan mengubah NKRI menjadi negara Islam justru mengantarkan JI kepada kemungkaran karena jika dipaksakan maka JI harus berhadapan secara lansung dengan umat Islam yang membela NKRI. Hal ini tidak sesuai dengan syariat lantaran dalam hukum Islam diharamkan untuk menumpahkan darah sesama Islam.
“Kalau diteruskan akan berhadapan dengan umat Islam yang membela NKRI, yang dibela organisasi sangat besar NU anggotanya 100 juta, Muhammadiyah. Orang muslim semua hukumnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya ini mudharat besar kalau terjadi benturan. ya artinya harus bubar,” bebernya.
Keempat, menurut Para adalah terjadinya kekerasan dampak salah pemahaman terkait dengan jihad.
Ia mencontohkan anggota JI melakukan mutilasi siswi SMK yang berada di Poso, siswi tersebut beragama Nasrani. Para menjelaskan bahwa dalam keadaan perang seorang wanita tidak diperbolehkan untuk dibunuh, namun yang terjadi di negara yang tidak perang justru hal itu dilakukan.
“Dalam hukum Islam dalam peperangan wanita nasrani saja tidak boleh dibunuh. Ini tidak ada peperangan melakukan pembunuhan dengan cara mutilasi yang secara syar’i dilarang,” pungkasnya.
Sumber: Kompas.com