foto: nusabali INDONESIAKININEWS.COM - Adrian Napitupulu mengungkap kekhawtiran kondisi Indonesai dalam dua-tiga bulan ke depan jika w...
![]() |
foto: nusabali |
INDONESIAKININEWS.COM - Adrian Napitupulu mengungkap kekhawtiran kondisi Indonesai dalam dua-tiga bulan ke depan jika wabah corona atau Covid-19 tak mampu ditangani.
Menurutnya, dengan kondisi banyaknya masyarakat yang berhenti bekerja ditambah ancaman kelaparan, bisa memicu konflik sosial.
Demikian disampaikan politisi PDIP itu dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/4/2020).
“Kondisi rakyat seperti rumput kering yang mudah terbakar, bahkan oleh isu yang sangat remeh sekalipun,” ujarnya.
Ia menuturkan, sesepele apapun pemicu yang muncul di tengah masyarakat, bisa memicu ledakan yang sulit diprediksi besaran dan akibatnya.
“Jadi, potensi konflik sosial dan kriminalitas dalam beragam bentuk, berpotensi besar terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Bisa Juni, Juli atau Agustus,” tuturnya.
Karena, kata Adian, beberapa bulan ke depan ketakutan akan wabah penyakit, keputusasaan pada hilangnya pekerjaan dan pendapatan, bercampur dalam dada yang sama dari tubuh dengan perut yang juga didera kelaparan.
Campuran tiga hal dimaksud bisa menjadi energi kemarahan yang luar biasa.
“Coba browsing untuk mencari tahu ada berapa banyak peristiwa dalam beberapa waktu terakhir di beberapa negara sudah terjadi penjarahan, kerusuhan dan kriminalitas yang meningkat tajam,” ucapnya.
Anggota Komisi I DPR ini menyarankan para menteri dan kepala daerah sebaiknya fokus bekerja mencegah penyebaran Covid-19, mengurangi pengangguran dan menyiapkan ketersediaan bahan pokok.
“Menteri dan kepala daerah yang punya ambisi menjadi calon presiden 2024 sebaiknya meredam dulu ambisi itu agar rakyat dan negara selamat.”
“Baiknya menteri dan Kepala daerah bekerja fokus dan jangan menjadi penyebar isu,” pungkas Adian.
Salah satu masalah yang mengancam saat ini yaitu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan pengangguran.
Berdsarkan data yang ia dapat, setidaknya total pekerja yang di-PHK dan dirumahkan sudah mencapai 2,8 juta orang.
Angka itu berasal dari sekitar 114 ribu perusahaan, mulai Februari hingga awal April 2020.
JIka wabah corona terus berlanjut hingga Juli, maka jumlah PHK bisa melewati angka 5-6 juta jiwa.
“Itu baru menghitung sektor formal, jika menghitung sektor informal angkanya bisa lebih fantastis lagi,” ucapnya.
Saat ini, katanya, masyarakat yang bekerja di sektor informal saat ini mencapai 71 juta jiwa.
Jika menggunakan asumsi yang paling optimis, 20 persen pekerja informal berhenti bekerja, maka setidaknya ada 14 juta pengangguran baru.
“Jika formal dan informal ini digabungkan maka bisa jadi di Juli nanti total pengangguran baru mencapai paling tidak 21 juta jiwa,” ucapnya.
Ancaman lain, Adian mengingatkan bahwa ada kecenderungan pada setiap peristiwa wabah penyakit, selalu diikuti dengan kelaparan yang merebak di mana mana.
“Logikanya sederhana saja, wabah penyakit membuat banyak orang harus dikarantina,” kata Adian.
Akibatnya sawah, ladang, kebun, peternakan, beragam industri makanan tutup atau setidaknya mengurangi produksi.
Di sisi lain, naiknya nilai tukar dollar dan PHK dalam jumlah besar baik sektor formal dan informal, juga membuat daya beli rakyat akan kebutuhan pokok menjadi sangat lemah.
“Kalau pun pemerintah sanggup menjaga stok beras dan kebutuhan pokok lain dengan impor dan beragam cara lain, namun dengan ketiadaan pekerjaan dan pendapatan, belum tentu masyarakat mampu membeli beras. Ujungnya tetap saja rakyat kelaparan,” pungkas Adian.
Sumber: pojoksatu