INDONESIAKININEWS.COM - Kedatangan Rizieq Shihab itu salah satunya akan berpuncak pada 212, reuni aksi empat tahun lalu. Momentum yang bagu...
INDONESIAKININEWS.COM - Kedatangan Rizieq Shihab itu salah satunya akan berpuncak pada 212, reuni aksi empat tahun lalu.
Momentum yang bagus, deportasi yang pas saatnya.
Ngaso sebulan cukup sambil mengumpulkan massa yang sempat terserak karena kepergiannya sekian lama.
Pihak-pihak yang mau mendompleng sudah girang, ah si pimpinannya datang, semua senang.
Namun, semua buyar, karena perkataan tukang obat yang malah mengacokan skenario yang sudah matang itu.
Rencana cadangan tidak cukup memberikan ruang dan jawaban atas keadaan yang sama sekali di luar rencana.
Paling-paling rancangannya adalah, pemerintah dan kepolisian yang membuat buyar dan antisipasi mereka sudah pasti detail dan membuat kalang kabut pemerintah.
Rancangan manusia itu tidak ada yang sempurna.
Sepandai-pandainya tupai melompat akan gawal juga.
Tidak akan pernah mulus terus, apalagi sifat tupai yang suka bermain, menambah kewaspadaannya lemah.
Para pemesan dan pengguna Rizieq ini pasti sudah membuat skenario, rancangan yang sangat ketat, detail, dan ada lanjutan yang sudah dipersiapkan rapi.
Eh ya namanya juga rancangan orang, mau pinter, cerdas, jenius, barengan banyak orang sama kaliber, tiba-tiba ada yang nyelonong.
Banner reuni sudah disebar. Proposal sudah akan menghasilkan, bohir sudah membuka laci dan mau tanda tangan. Semua hancur berantakan.
Panglima TNI bersama panglima dan komandan jenderal pasukan khusus masing-masing angkatan, malam-malam mengadai konferensi pers, pakaian pun doreng tempur, bukan pakai kantor, biru atau hijau, atau putih. Artinya jelas.
Aksi berubah, oposan utama yang mau jadi saksi tidak jadi datang. Padahal sudah sowan sebelumnya.
Keadaan buruk sudah di depan mata, dan benar saja, usai pesta, "tagihan" denda datang.
Uang 50 juta, bukan soal gede atau kecilnya, tetapi bahwa perilaku ugal-ugalan itu terhenti. Tidak lagi momok yang bisa bebas melakukan apa saja.
Polisi lebih cepat ke dalam. pencopotan kapolda dan kapolres dan diikuti dengan pemanggilan pejabat dan tuan rumah dengan acara klarifikasi soal pelanggaran protokol kesehatan mengenai covid. Semua jelas.
Jawaban melebar, biasa ala kelompok ini, malah menyasar pilkada dengan ujungnya mau mendeskreditkan Jokowi terjadi.
Pemerintah, Jokowi itu bukan penyelenggara pemilu, ada Bawaslu dan Panwaslu, KPU dengan jajarannya yang melakukan pengawasan dan jalannya proses pilkada.
Upaya menyeret pihak lain gagal.
Peran Nikita Mirzani
Ada yang menilai ia adalah buzzer istana, atau apalah. Kog belum ada spekulasi yang mengatakan ia agen intelijen yang bertugas mengacau Rizieq Shihab? Padahal tidak usah dengan kerja intelijen yang sangat serius dan berat itu.
Sederhana, karena orang yang temperamental, mudah tersinggung, pemarah, itu sangat mudah diprovokasi. Perilaku yang suka memprovokasi itu sebenarnya juga membuka kediriannya yang sangat mudah terprovokasi. Orang yang tenang tidak akan juga memprovokasi pihak lain.
Peran Nikita Mirzani ini hanya pemicu,apalagi adanya media sosial yang sangat mudah dibumbui, digoreng, dan dijadikan santapan berbagai pihak. Sesederhana itu, kebetulan saja sensitifitas tinggi yang menyinggung harkat paling dalam. Merasa malu jika masa lalunya terungkap.
Ketidaksengajaan sih ini, karena Rizieqnya saja yang ugal-ugalan. Mau mempertontonkan bahwa ia hebat, keren, besar, dan pasti menang. Tidak ada yang sanggup menghentikannya. Jangan lupa, para bohir tentu saja mengembuskan informasi ini, semakin mendidih dengan agitasinya. Revolusi darah segala, sayang jatuh pada "lonte".
Pemeriksaan dengan agenda pelanggaran covid ini bukan sepele. Mungkin bisa dianggap sebagai tindak pidana ringan, lepas dari soal covid, mengenai ini sudah dalam artikel kemarin sore. Tetapi agenda ke depan yang telah gagal.
Reuni 212 adalah copasan semata. Ide politik basi, sebasi juga dengan model komunis dan kebangkitan PKI, kriminalisasi ulama, atau antiagama. Semua sudah bisa ditebak, pemainnya itu, penyandang dananya ini, dan muaranya ganti Jokowi.
Syukur bahwa politik mereka itu lagi-itu lagi, tidak kreatif, jadi mudah ditebak dan dipatahkan. Sederhana karena memang kelompoknya grusa-grusu dan ugal-ugalan. Pemikiran sempit dan tidak maubelajar.
Rizieq yang brangasan, membantu kinerja aparat di dalam mengambil keputusan. Reuni jelas tidak akan terjadi, sangat mungkin juga, bahwa kondisi kesehatan para peserta yang relatif sama dengan kemarin, bisa saja pada bertumbangan. Ini soal lain.
Ide dan gagasan reuni virtual. Entah ini olok-olok atau serius, mau menunjukkan keperkasaan, show of force, kog diminta daring. Kuat dari mana, tampilan layar mau semilyar manusia juga siapa yang keder.
Nasi telah jadi bubur, semua telah terjadi, dan lumayan warga Jakarta bisa beraktivitas sesuai protokol kesehatan, tidak terjepit aksi demo dengan label reuni, tanpa kampus dan sekolah pula. Karena ulah tanpa berpikir panjang, semua berantakan. Kini para penyandang dana sedang mengupayakan untuk mengamankan diri, tidak mau tersangkut pada kebo gupak.
Ketika banyak pihak hanya menyasar Rizieq dan perilakunya, bagi saya, tidak cukup. Tidak berarti membela Rizieq, bukan, namun ia hanya pelaku lapangan. Jauh lebih mengerikan adalah aktor dari ini semua. Sutradara dan penulis skenario yang terus menelorkan album untuk mengguncang
negeri ini.
S; Kompasiana