INDONESIAKININEWS.COM - Kantor Menteri Menteri Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD didatangi tim Rizieq Shihab. Ada tiga hal yang dimint...
INDONESIAKININEWS.COM - Kantor Menteri Menteri Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD didatangi tim Rizieq Shihab.
Ada tiga hal yang diminta dari tim Rizieq Shihab yang diwakili oleh tim advokasi Markaz Syariah Megamendung.
Salah satunya yaitu meminta lahan Markaz Syariah di Megamendung, Bogor, Jawa Barat agar tak diambil alih oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
"Besar harapan kami, Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI berkenan untuk memberikan Perlindungan Hukum terhadap Klien Kami (Pemohon)," kata Tim Advokasi, Ichwan Tuankotta, melalui keterangan resminya, Kamis (11/2/2021).
Pada kesempatan itu, Ichwan meminta kepada Kemenko Polhukam untuk menetapkan status quo atas lahan yang di atasnya berdiri Markaz Syariah itu.
Dengan begitu, PTPN VIII tak melakukan langkah hukum atau fisik terhadap lahan pesantren yang berada di kawasan Puncak, Bogor, tersebut.
Selain itu, Ichwan menegaskan bahwa kliennya tidak akan lagi melakukan perluasan bangunan fisik atau lahan sebagai tempat Markaz Syariah.
"Klien kami tidak melakukan perluasan lahan dan pembangunan fisik," ujarnya.
Ichwan mengatakan, ini perlu dilakukan agar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bisa tetap berlangsung seperti selama ini, sebagai perwujudan dari amanat alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945.
Seperti diketahui, permintaan tim advokasi Rizieq Shihab tersebut menyusul rencana PTPN VIII yang segera mengambil alih lahan pesantren Rizieq Shihab karena disebut berstatus hak guna usaha (HGU).
"Perseroan meminta semua pihak-pihak yang menggunakan lahan perkebunan tanpa izin segera menyerahkan lahan tersebut kepada PTPN VIII sebagai pemilik sah," demikian keterangan resmi perseroan.
Namun, menanggapi hal tersebut, Ichwan menyebut lahan Pesantren Agrokultural Markaz Syariah didapat melalui pembelian resmi dari para penggarap.
Selama ini, PTPN VIII telah menelantarkan lahan tersebut sejak 1991.
Oleh sebab itu, Ichwan menilai, status lahan itu telah hilang meskipun milik PTPN VIII dan berstatus SHGU.
Dasar kepemilikan PTPN VIII itu dianggap batal demi hukum sebagaimana diatur Pasal 34 huruf e UU Pokok Agraria.
"Bahwa terdapat 9 SHGU PTPN VIII yang telah dibatalkan oleh Putusan Peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap," ucap Ichwan.
s: tribunnews.com