INDONESIAKININEWS.COM - Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia, Sri Mulyono menuding ada peran dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dala...
INDONESIAKININEWS.COM - Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia, Sri Mulyono menuding ada peran dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam penetapan tersangka Anas Urbaningrum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kondisi itu terjadi ketika SBY masih menjadi presiden pada tahun 2013.
Menurutnya, hal tersebut terbukti dengan bocornya Surat Perintah Penyidik (Sprindik) Anas.
Hal itu disampaikannya dalam kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Kamis (11/3/2021).
Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia, Sri Mulyono ikut tanggapi persoalan di Partai Demokrat, dalam kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Kamis (11/3/2021).
Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia, Sri Mulyono ikut tanggapi persoalan di Partai Demokrat, dalam kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Kamis (11/3/2021).
(YouTube/Akbar Faizal Uncensored)
"Jadi Anas itu kan tersangka tanggal 22 Februari 2013, tanggal 7 Februari 2013 Sprindik (Surat Perintah Penyidik) Anas bocor," ujar Sri Mulyono.
"Sprindik yang masih mentah, hanya ditandatangi oleh tiga ketua KPK, kemudian satu pimpinan KPK mencabut lagi tandatangannya," jelasnya.
Ditambah lagi menurutnya, langsung digelar pertemuan di kediaman SBY di Cikeas.
Dalam pertemuan tersebut pembahasannya tidak lain adalah terkait status dari Anas yang akhirnya secara lisan digantikan langsung oleh SBY.
"Srindik itu bocornya di Cikeas, malam diundang rapat melibatkan Jhoni Allen di sana, SBY bilang, Anas akan diambil kekuasaannya, Pak SBY mengambil posisi ketua umum," ungkapnya.
"Anas disuruh konsentasi ke masalah hukumnya. Ini yang saya bilang penggantian pengambilalihan ini melanggar AD/ART, ilegal, arogan," imbuh Sri Mulyono.
"Nah inilah yang sekarang dicontoh oleh anak-anak ini, teman-teman Demokrat ini, 'Pak SBY aja begitu. Ini kudeta yang sesungguhnya."
Lebih lanjut, Sri Mulyono mengatakan bahwa pengukuhan SBY sebagai ketum Partai Demokrat baru dilakukan di kongres luar biasa (KLB).
"Setelah Anas tersangka, tanggal 23 dia mundur sebagai ketua umum partai, kemudian Pak SBY mengambil alih. Sudah mengambil dari tanggal 8 menyelenggarakan KLB untuk mengganti Anas," terangnya.
Terkait keyakinanya ada intervensi dari SBY soal penetapan Anas sebagai tersangka, Sri Mulyono mengungkit adanya perintah dari Presiden ke-6 RI itu.
"Saya tambahkan satu lagi, tanggal 4 Februari, Pak SBY bicara dari Jedah memerintahkan KPK, menetapkan status hukum Anas Urbaningrum," ucap Sri Mulyono.
"Pak SBY meminta supaya KPK segera menetapkan status hukum Anas Urbaningrum, 'Kalau bersalah nyatakan bersalah, kalau tidak besalah, mengapa tidak bersalah'. Saya masih hafal itu."
"Tanggal 4 SBY pidato, tanggal 7 Sprindik Anas Bocor. Ini kan jelas intervensi, tanggal 8 dilucuti," pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak SBY belum menanggapi tudingan intervensi KPK yang dilayangkan oleh Sri Mulyono.
Simak videonya mulai menit ke- 58.22:
Dalam kesempatan sama, Sri Mulyono menyebut bahwa Susilo Bambang Yudhoyon (SBY) yang menjadi awal dari dualisme Partai Demokrat.
Sri Mulyono lantas menjabarkan proses pemilihan ketua umum Partai Demokrat, mulai kongres pertama di Bali 2005.
"Ketika kongres Bali 2005 itu ada lima calon, final Prof. Budi Santoso dengan Pak Hadi Utomo. Pak Hadi Utomo menang, demokratis," ujar Sri Mulyono.
"2010 ada tiga calon, Andi Mallarangeng, Marzuki Alie, Anas Urbaningrum. Anas menang, demokratis," imbuhnya.
Menurutnya, Partai Demokrat mulai kehilangan garis demokrasinya setelah ketuai oleh SBY pada 2013 saat menggantikan Anas Urbaningrum yang terjerat kasus korupsi.
Pasalnya menurut Sri Mulyono, proses penetapan SBY sebagai ketua umum sudah dilakukan dengan cara tidak yang demokratis.
"Kemudian 2013, Pak SBY mengambil Partai Demokrat dari Anas, dengan cara yang sangat tidak demokratis, melanggar AD/ART," ungkapnya.
"Setelah itu tidak ada lagi demokrasi di Partai Demokrat. Pak SBY megangkat dirinya sendiri jadi ketum, calon tunggal," jelasnya.
Tak hanya itu, bukti lain yang menunjukkan demokrasi di Partai Demokrat telah mati menurut Sri Mulyono adalah terjadi pada kongres 2020.
Ia menilai bahwa SBY sudah merencanakan supaya sang putranya, Agus Harimurti Yudhoyono yang akan menggantikan dirinya.
"Setelah itu Pak SBY mengkondisikan aklamasi AHY calon tunggal, tidak ada lagi demokrasi," kata Sri Mulyono.
"Jadi yang membunuh demokrasi dalam Demokrat ya Pak SBY itu sendiri, bukan orang lain."
Maka dari itu, dirinya meyakini bahwa alasan itulah yang menjadi satu faktor terselenggaranya kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat di Deliserdang, Sumatera Utara pada Jumat (5/3/2021) lalu.
Sri Mulyono menambahkan, termasuk juga mempersoalkan keberadaan majelis tinggi partai.
"Di situ disebutkan, kurang lebih, ketua majelis tinggi adalah ketua umum Partai Demokrat periode 2015/2020, yaitu Pak SBY," papar dia.
"Wakil ketua majelis tinggi berikutnya, 2020/2025 adalah ketua umum Partai Demokrat 2020/2025. Jadi Pak SBY sudah membuat sistem sendiri bahwa ya dia anaknya, dia anaknya terus."
"Inilah yang membuat kader-kader senior prihatin dengan Demokrat," pungkasnya. (TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)