INDONESIAKININEWS.COM - Mantan napiter asal Malang, Wildan Fauzi (29) pernah dikaitkan dengan sejumlah aksi teror di Indonesia. Alumnus ka...
INDONESIAKININEWS.COM - Mantan napiter asal Malang, Wildan Fauzi (29) pernah dikaitkan dengan sejumlah aksi teror di Indonesia.
Alumnus kampus swasta kenamaan di Malang ini pernah menjadi anggota militan ISIS di Suriah pada 2013-2014.
Sarjana Teknik Informatika mengaku pernah menjadi petugas medis di Suriah.
Nama WIldan dikaitkan dengan aksi Bom Thamrin.
Akhirnya petugas menangkap Wildan pada 2016.
Wildan pun harus mendekam di penjara selama 3,5 tahun.
"Seharusnya masyarakat Indonesia itu bersyukur karena hidup tidak dalam suasana perang, dan kehidupan sangat toleran. Mau ibadah apa saja tidak dimusuhi," ucap Wildan kepada SURYAMALANG.COM di sela webinar bertema 'Bersihkan Hati Lawan Radikalisme di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Jumat (30/4/2021).
Wildan menjalani masa hukuman lebih cepat dari vonis pengadilan 5 tahun.
Wildan mengaku mendapat banyak hikmah dari perjalanan hidupnya.
Wildan menyebut ada dua hal terkait radikalisme di Indonesia.
"Masalah radikal muncul karena paham yang salah atau bisa juga karena masyarakatnya salah paham," kata Wildan
Jika tidak ada penguatan keyakinan dan kesadadan pemahaman, era digital sangat rentan bagi kaum muda.
Radikalisme masuk lewat lewat pergaulan dan bisa pula lewat media sosial.
Justru media sosial lebih berbahaya.
Pelaku bisa bergerak secara lone wolf atau operasi sendiri.
Operasinya bisa terputus dari jaringan, dan tidak memiliki kelompok, tetapi bisa melakukan sendiri dengan panduan di internet.
"Orang tua adalah kunci. Orang tua tidak boleh abai pada pergaulan dan aktivitas anak-anaknya," kata Wildan.
Webinar tersebut juga menghadirkan mantan Ketua PP Muhammadiyah dan guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Syafiq Mughni.
"Radikalisme adalah penyimpangan agama. Tidak ada agama apapun yang membenarkan pendekatan kekerasan," kata Syafiq.
S: Suara