INDONESIAKININEWS.COM - 56 eks pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) termasuk Novel Baswedan berencana akan menemui Presiden Joko Wido...
Menanggapi hal tersebut, mantan Politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean menyarankan kepada Jokowi agar tidak menerima mereka di Istana Negara.
"Pak Presiden sy sarankan utk TIDAK MENERIMA mrk di Istana," cuit Ferdinand dikutip SeputarTangsel.Com dari akun Twitter @FerdinandHaean3 pada Jumat, 1 Oktober 2021.
Menurut Ferdinand, tujuan mereka untuk menemui presiden cukup aneh untuk mempertanyakan status hukum.
Selain itu, mereka juga bisa jadi preseden buruk dan akan dicontoh oleh pihak lain yang memang sengaja ingin menganggu presiden.
"Selain tujuan mrk yg aneh mempertanyakan status hukum ke Istana, sikap mrk juga bisa jd PRESEDEN BURUK yg kemudian dicontoh olh banyak pihak yg SENGAJA ingin mengganggu Presiden," ujar Ferdinand.
Kemudian, Ferdinand memberi saran jika ingin mengetahui kepastian hukum terkait status mereka, ia menyarankan untuk ke pengadilan bukan ke istana.
"Soal hukum, silahkan ke Pengadilan," ungkapnya.
Sontak cuitan dari Ferdinand mendapatkan berbagai komentar dari para netizen.
"Intinya ada seorang pegawai kerjanya ga bener pasti di pecat..kalo orang kerjanya bener dan tanggung jawab jangankan di pecat dia mengundurkan diri pun pasti pimpinan akan melarang karena dedikasinya dalam bekerja sangat di butuhkan...jadi orang harusnya tahu diri...ya bang..!!" komen akun @Arsya61184128.
"Istana bkn hanya eforia kesenangan tmpt menerima penghargaan, anak bangsa habis raih mendali dr event olah raga regional/internasional tp jg tmpt mengadu anak bangsa kpd pemimpinnya," tulis akun @HinduanTahir.
"Ujung2nya nanti salahkan Jokowi," ujar akun @SUPARTADEWA1.
"Setuju, mereka selama ini sudah melecehkan," kata akun @MarahIchsan.
Sebagai informasi, selain mempertanyakan tentang status hukum mereka ke istana, para 56 eks pegawai KPK tersebut akan mengantarkan surat yang terkumpul di 'KPK Darurat' kepada Jokowi sambil menyiapkan langkah hukum gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).***
S:
Lihat artikel asli
