INDONESIAKININEWS.COM - Sumur resapan adalah salah satu program yang diunggulkan Anies. Awalnya, akan dibangun sekitar 1,8 juta sumur. Aka...
Akan tetapi, karena kelebihan target akibat terlalu gampang menjual janji manis, akhirnya target direvisi menjadi sekitar 22 ribuan sumur resapan. Ini adalah pengurangan target dengan skala super besar. Targetnya hanya 1,2 persen dari target awal.
Begitu juga saat menjual janji rumah terjangkau lewat Rumah DP nol rupiah, target pembangunan dipangkas hingga 95 persen. Hanya 5 persen dari total.
Jadi bisa disimpulkan, ucapan Anies kelebihan janji sekitar 90 persenan. Kalau dia bilang akan begini begitu, maka berharaplah hanya 10 persen saja. Jangan berharap sampai lebih dari itu. Jangan berharap sampai 100 persen, karena berpotensi bikin stres.
Beberapa sumur resapan sudah dibuat. Kalau tidak salah sudah jalan 25 persen dari 22 ribuan tadi.
Tapi sepertinya ada masalah.
Jalan Durian, Jagakarsa, Jakarta Selatan kini berjejer sumur-sumur resapan pada salah satu sisinya. Tapi sumur resapan tersebut mengambil sebagian badan jalan sehingga menghambat pengguna lalulintas.
Permukaan beton penutup sumur resapan tingginya tak sama dengan badan jalan semula walau sudah dibantu dengan tambalan sekelilingnya.
Pantauan di lokasi oleh CNNIndonesia, sejumlah pengendara yang melintasi jalan itu berusaha menghindar melintas bekas galian sumur resapan.
Salah satu warga mengaku sumur-sumur resapan yang permukaannya lebih rendah dari badan jalan membuat pengendara motor seperti dirinya tak mau ambil risiko. "Ngerinya kalau di depan ada mobil yang juga, pas ke tengah dikit buat ngindarin sumur itu," katanya.
Selain di sana, salah satu sumur resapan yang mengambil ruang badan jalan ada di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Di jalan Margasatwa terlihat sumur-sumur resapan permukaannya sudah ada yang dibuat datar dengan jalan, ada pula yang tidak.
Kalau begini sih, siapa yang tidak gerah. Bayangkan saja, sebelum ada sumur resapan, jalanan masih datar dan rata. Begitu ada sumur resapan, tinggi jalan jadi tidak rata sehingga otomatis pengendara motor berusaha menghindari karena memang tidak nyaman kalau dilintasi. Potensi kecelakaan juga jadi meningkat.
Ini kita belum bicara soal masalah ke depannya.
Salah satunya adalah perbaikan aspal. Setahu saya, kebanyakan jalanan diaspal kayak tambal sulam. Padahal seharusnya jalan yang mau diaspal ulang, harus dibongkar dulu lalu diaspal lagi agar jalanan tidak makin tinggi.
Di kota saya tinggal, jalanan rata-rata ditimpa begitu saja dengan aspal baru. Tiap tahun, ketinggian jalan bertambah drastis. Tak terbayang 10 tahun ke depan gimana. Mungkin jalanan makin tinggi, rumah di pinggir jalan terlihat makin pendek. Begitu hujan deras, selesailah sudah.
Kembali ke sumur resapan. Kalau jalanan di sekitarnya diaspal ulang, artinya jalanan makin tinggi, sumur resapan tetap, dan membentuk semacam lubang di jalan. Bukankah itu berbahaya bagi pengguna jalan? Solusinya simpel, anggaran lagi deh.
Terus, saya lihat penutup sumur resapan memiliki beberapa lubang sebagai jalan masuk air ke tanah. Nah, kita tahu sendiri di Indonesia, selalu saja ada sampah di jalanan entah itu daun kering, tisu, plastik dll. Bagaimana kalau sampah itu masuk ke lubang dan masuk ke tanah. Lama-lama aliran air jadi tersumbat juga, kan? Malah jadi banjir. Solusinya gimana? Anggaran lagi deh.
Jadinya sumur resapan ini adalah contoh praktikal dari anggaran serapan.
Saya sering melihat forum-forum di mana trotoar di Jepang sangat rapi. Lubang drainase juga dibuat sejajar dengan trotoar, sejajar dengan ubin. Kalau menyinggung jalur khusus tuna netra, maka penutupnya akan dipasangi ubin khusus. Pokoknya sangat menyatu dengan jalanan dan trotoar di sekitarnya.
Menurut saya ini masalah pengawasan dan pekerja yang bersangkutan. Kalau kerja asal-asalan dan Pemprov DKI tak awasi, sama saja bohong.
Dan proyek ini terkesan dipaksakan karena terus disorot di mana-mana. Coba kalau tidak disorot, pasti Pemprov DKI pura-pura lupa. Kalau pun dikerjakan paling hanya ratusan, lalu difoto, diupload di media sosial, dan dijadikan sebagai bahan pencitraan prestasi. Di waktu mendatang ada masalah, bodo amat lah, tinggal setahun lagi kok, itu urusan gubernur selanjutnya. Yang penting lanjut ke 2024.
Bagaimana menurut Anda
S:khardy
