INDONESIAKININEWS.COM - Ketua KPK Firli Bahuri sempat berbicara perihal ambang batas pencapresan atau presidential threshold agar diturunka...
INDONESIAKININEWS.COM - Ketua KPK Firli Bahuri sempat berbicara perihal ambang batas pencapresan atau presidential threshold agar diturunkan menjadi 0 persen. Anggota Komisi III DPR RI yang juga mantan Wakil Ketua KPK, Johan Budi Sapto Pribowo, turut merespons usul Ketua KPK.
"Pak Firli itu memberitahu sistem itu secara menyeluruh, kalau pilkada gitu-gitu lah. Kemudian kan dia menyinggung soal presidential threshold. Tapi kan konteksnya nggak cuma itu. Ya itu boleh-boleh aja," kata Johan Budi kepada wartawan, Selasa (14/12/2021).
Namun demikian, Johan Budi mengaku tidak mengetahui apakah usul presidential threshold jadi 0 persen didasari atas kajian komprehensif KPK atau tidak. Kajian dimaksud Johan Budi, yakni tentang pemilu, yang di dalamnya terdapat soal presidential threshold.
"Nah saya tidak tahu apakah semua yang diomongin, nggak cuma presidential threshold loh ya, apakah KPK sudah melakukan kajian apa nggak, saya nggak tahu. Kalau itu perlu ditanya ke pimpinan. Nah kalau itu kajian sistem secara menyeluruh, di mana kajian itu salah satunya ada soal presidential threshold. Ini perlu ditanya bener apa nggak, apa sudah ada," terang Johan Budi.
Menurut Johan Budi, KPK memiliki program kajian sistem yang berkaitan dengan pencegahan korupsi. Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) menilai bagus jika KPK mengkaji komprehensif potensi korupsi akibat pemilu.
"Kalau namanya kajian, itu kan ada rekomendasi. Namanya rekomendasi itu basisnya harus dengan penelitian, ada kajian yang mendalam di KPK. Nah kalau itu ada, bagus saja dia mengusulkan itu. Siapa yang menindaklanjuti itu? Ya Presiden sama DPR," sebutnya.
Lebih lanjut, menurut Johan Budi, pertanyaan mendasarnya adalah, apakah KPK telah mengkaji komprehensif potensi korupsi akibat pemilu. Lalu, sebut dia, apa rekomendasi KPK berdasarkan kajian tersebut.
"Pertanyaannya yang mendasar, apakah itu KPK sudah melakukan kajian secara menyeluruh? Nggak cuma presidential threshold aja, tapi secara menyeluruh, yang kemudian hasil kajian itu sudah dibuat rekomendasi belum oleh KPK," paparnya.
"Nah, mengenai menyeluruh kajian ini akhirnya bisa mengurangi korupsi apa tidak, ya itu tunggu dulu, harus dilihat secara menyeluruh," sambung dia.
KPK sebelumnya pernah mengumpulkan para ketua umum partai politik untuk menandatangani pakta integritas terkait pemilu. Kegiatan itu digelar saat Johan Budi masih pegawai KPK, tapi belum jadi pimpinan.
"KPK pernah itu ngumpulin ketua parpol, kemudian menandatangani pakta integritas, pernah itu. Tapi nggak kajian sistem. Tapi itu kaitannya sama pemilu kan, sama politik," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Firli memberi saran tentang presidential threshold 0 persen karena berkaca dari kondisi-kondisi di daerah. Menurutnya, banyak yang mengeluhkan soal mahalnya biaya pemilihan umum yang kemudian jadi alasan untuk melakukan korupsi.
"KPK menyerap informasi dan keluhan langsung dari rumpun legislatif dan eksekutif di daerah yang mengeluhkan biaya pilkada yang mahal sehingga membutuhkan modal besar. Modal besar untuk pilkada sangat berpotensi membuat seseorang melakukan tindak pidana korupsi, karena setelah menang akan ada misi 'balik modal'. Di sisi lain mencari bantuan modal dari 'bohir politik' akan mengikat politisi-politisi di eksekutif/legislatif dalam budaya balas budi yang korup," ucap Firli menjelaskan dalam keterangannya, Selasa (14/12).
s: news.detik.com