Mahfud MD, mantan Ketua MK, menganalisis sulitnya pemakzulan Wapres Gibran secara politik karena dominasi koalisi di DPR, meski secara hukum mungkin
INDONESIAKININEWS.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, memberikan pandangannya mengenai wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Ia menilai bahwa langkah tersebut akan sangat sulit direalisasikan dari sisi politik, meskipun secara hukum memiliki kemungkinan.
Menurut Mahfud, kendala utama terletak pada persyaratan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memulai proses pemakzulan. Sidang pleno DPR yang dihadiri minimal dua pertiga anggota menjadi syarat mutlak, dan hal ini dipandang sulit terwujud.
"Enggak mungkin (bisa dilakukan pemakzulan) secara politik. Karena sekali lagi koalisinya (Prabowo-Gibran) sudah 81 (persen)," ujar Mahfud dikutip dari kanal Youtube Mahfud MD Official yang sudah dikonfirmasi, Rabu (7/5/2025). Dominasi kekuatan politik koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di parlemen menjadi faktor penentu.
Dasar Hukum Pemakzulan dalam UUD 1945
Mahfud menjelaskan bahwa secara ketatanegaraan, terdapat enam alasan yang dapat menjadi dasar pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Keenam alasan tersebut adalah:
- Melakukan pengkhianatan terhadap negara.
- Melakukan tindak pidana korupsi.
- Melakukan penyuapan.
- Melakukan tindak pidana berat lainnya.
- Melakukan perbuatan tercela.
- Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
Alur Proses Pemakzulan yang Panjang
Lebih lanjut, Mahfud memaparkan bahwa sekalipun DPR berhasil menggelar sidang pleno dan menyetujui usulan pemakzulan, prosesnya masih panjang. Usulan tersebut harus diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diuji. Setelah putusan MK, usulan dikembalikan ke DPR untuk kemudian diusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan mengambil keputusan akhir.
"Jadi secara hukum mungkin. Secara politik akan sangat tidak mungkin," ujar Mahfud, menegaskan perbedaan antara kemungkinan yuridis dan realitas politik.
Refleksi Sejarah dan Dinamika Politik
Kendati demikian, Mahfud, yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), mengingatkan bahwa dalam politik tidak ada yang bersifat absolut. Ia berkaca pada peristiwa sejarah terkait pemberhentian presiden sebelumnya di Indonesia, seperti Soekarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
"Itu kan rekayasa konstitusional agar seolah-olah benar dan itu sebenarnya kuncinya adalah politik," ungkapnya, mengisyaratkan bahwa dinamika politik dapat menciptakan berbagai kemungkinan.
Konteks Munculnya Isu Pemakzulan
Diketahui, isu pemakzulan Gibran salah satunya disuarakan oleh Forum Purnawirawan TNI. Forum ini terdiri dari 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Salah satu poin yang mereka usulkan adalah pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka melalui MPR. Beberapa nama yang tergabung dalam forum tersebut antara lain Try Sutrisno, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.
Deklarasi Forum Purnawirawan TNI-Polri tersebut memuat delapan poin tuntutan. Di antaranya adalah penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), isu tenaga kerja asing, dan usulan perombakan kabinet terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam praktik korupsi. Usulan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu poin yang paling signifikan. (Kompas.com)