Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto INDONESIAKININEWS.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahl...
![]() |
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto |
INDONESIAKININEWS.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, angkat bicara terkait polemik izin tambang nikel PT Gag Nikel di Raja Ampat yang diduga merusak ekosistem. Ia dengan tegas menyatakan bahwa izin tersebut diterbitkan puluhan tahun lalu, jauh sebelum dirinya menduduki kursi menteri.
Pernyataan ini muncul setelah aktivitas pertambangan anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) itu resmi dibekukan sementara oleh pemerintah akibat dugaan kerusakan lingkungan di surga pariwisata Papua Barat Daya tersebut.
"Saat izin usaha pertambangan itu dikeluarkan, saya masih menjabat sebagai Ketua Umum BPP HIPMI dan belum masuk di kabinet," ujar Bahlil dalam keterangan resminya, Jumat (6/6/2025).
Sejarah Panjang Izin Tambang PT Gag Nikel
Untuk memperkuat argumennya, Bahlil mengingatkan bahwa PT Gag Nikel telah mengantongi izin sejak era Orde Baru. Perusahaan tersebut merupakan pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII yang ditandatangani langsung oleh Presiden RI pada 19 Januari 1998.
Awalnya, kepemilikan saham mayoritas PT Gag Nikel dipegang oleh perusahaan asing, Asia Pacific Nickel Pty. Ltd. (APN), sebesar 75%. Baru pada tahun 2008, PT Antam Tbk secara resmi mengakuisisi seluruh saham APN, menjadikan PT Gag Nikel sebagai bagian dari BUMN tambang tersebut.
Fakta sejarah ini menegaskan bahwa fondasi hukum operasi perusahaan telah ada lebih dari dua dekade sebelum Bahlil menjabat sebagai Menteri ESDM.
Kewenangan Pengawasan Tetap di Tangan Kementerian
Meskipun menepis keterlibatan dalam penerbitan izin, Bahlil tidak menampik bahwa kewenangan pengawasan berada di pundak kementeriannya. Ia menegaskan pentingnya menjalankan pengawasan sesuai kaidah pertambangan yang baik (good mining practice).
Menurutnya, verifikasi langsung ke lapangan adalah langkah krusial untuk mendapatkan gambaran yang objektif mengenai kondisi sebenarnya.
"Untuk memahami kondisi riil, kita harus melakukan cross check ke lapangan. Ini penting guna mengetahui kondisi sebenarnya secara obyektif," jelasnya.
Klarifikasi Lokasi: Tambang di Pulau GAG, Bukan Piaynemo
Bahlil juga meluruskan informasi yang beredar di media mengenai lokasi penambangan. Ia menekankan bahwa aktivitas tambang tidak berada di Pulau Piaynemo, yang selama ini dikenal sebagai ikon utama pariwisata Raja Ampat.
"Aktivitas pertambangan itu dilakukan di Pulau GAG, bukan Piaynemo seperti yang diperlihatkan di beberapa media. Saya sering ke Raja Ampat, jarak antara Pulau Piaynemo dengan Pulau GAG itu sekitar 30 sampai 40 kilometer," terangnya.
Ia menambahkan, "Wilayah Raja Ampat itu betul adalah wilayah pariwisata yang wajib kita lindungi bersama."
Klarifikasi ini menjadi penting di tengah sorotan publik terhadap kelestarian ekosistem Raja Ampat. Meski Bahlil telah menjelaskan posisinya, pembekuan sementara izin PT Gag Nikel menunjukkan bahwa pengawasan ketat dari pemerintah akan terus menjadi fokus utama untuk memastikan praktik pertambangan tidak mengorbankan aset alam yang tak ternilai harganya. (Detik.com)