INDONESIAKININEWS.COM - Cendekiawan NU, Akhmad Sahal angkat bicara soal klaim mati syahid 6 laskar anggota Front Pembela Islam (FPI) yang t...
INDONESIAKININEWS.COM -
Cendekiawan NU, Akhmad Sahal angkat bicara soal klaim mati syahid 6 laskar anggota Front Pembela Islam (FPI) yang tewas saat bentrok dengan polisi.
Menurut kandidat PhD Universitas Pennsylvania ini, hal itu merupakan bagian dari bentuk propaganda yang dilancarkan oleh FPI.
Anggapan seperti ini merupakan upaya berlebihan untuk membenarkan tindakan melawan polisi.
"6 anggota FPI yang tewas tadi dipuja-puja sebagai mati syahid tubuhnya harum dan seterusnya. Glorifikasi sebagai syuhada ini sebenarnya sering digunakan juga para oleh para pendukung teroris yang ditembak mati oleh Densus 88." kata Sahal dalam sebuah video yang diunggah channel youtube Cokro TV pada Sabtu, 12 Desember 2020.
Sebelumnya juga, Ustadz Abdul Somad (UAS) menyatakan para pembunuh 6 laskar anggota FPI pasti akan diganjar neraka jahannam.
Sahal membantah tegas pernyataan ini karena hal itu merupakan rahasia Allah.
"Vonis UAS, mereka akan masuk neraka jahannam ya jelas-jelas ngawurlah. Lagian, UAS ini sok tahu deh tentang siapa yang akan masuk neraka dan surga.
Doanya untuk pilkada aja nggak manjur kok, berani-beraninya playing God memvonis nasib orang di akhirat." sanggahnya.
Sebaliknya, Sahal menganggap tindakan melawan aparat penegak hukum termasuk pembangkangan.
"Bagaimana kalau si bughat (pembangkang) itu orang yang menyerang aparat pemerintahan yang sah tersebut mati ditembak, apakah menjadi Mujahid yang mati syahid seperti propaganda FPI? tidak sama sekali." terangnya.
Menurutnya, sebagai umat dan warga negara yang baik, maka wajib hukumnya menaati pemimpin yang terpilih secara sah.
"Menyerang pemerintah yang sah itu kalau diperangi dan mati, ia bukanlah syahid, tapi mati dalam keadaan jahiliyah karena orang ini menentang perintah Allah agar menaati ulil amri, menaati penguasa yang sah." jelasnya.
Namun ia menggarisbawahi, melawan pemimpin masih terbuka peluang selama pemimpin tersebut mengajak rakyat untuk bermaksiat.
"Jadi selama tidak memerintahkan kepada kemaksiatan, ulil amri atau penguasa yang wajib ditaati." pungkasnya.***
S:jurnalpresisi