INDONESIAKININEWS.COM - Baru-baru ini lumpur Lapindo milik perusahaan Aburizal Bakrie kembali menjadi sorotan. Ini karena ditemukan ada ...
INDONESIAKININEWS.COM - Baru-baru ini lumpur Lapindo milik perusahaan Aburizal Bakrie kembali menjadi sorotan. Ini karena ditemukan ada 'harta karun' yang tersembunyi di dalamnya.
Harta karun ini tak lain adalah mineral kritis dengan kadar yang cukup tinggi yaitu lithium dan stronsium. Kandungan ini dinilai bisa membawa Indonesia 'kipas-kipas' uang.
Ditemukanya isu potensi harta karun tersebut pun menjadi perhatian anggota Komisi XI DPR RI. Sehingga banyak yang mempertanyakan bagaimana nasib utang Lapindo kepada pemerintah kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban.
Rionald menjelaskan, untuk utang Lapindo sampai saat ini belum ada pembayaran lanjutan. Jumlahnya masih sama seperti tahun lalu.
Namun, beberapa waktu lalu pihak Lapindo sudah menyampaikan surat kepada pemerintah untuk menjadikan tanah di Sidoarjo tersebut sebagai jaminan pembayaran utangnya. Sehingga pemerintah pun melakukan perhitungan nilai aset tanah tersebut.
"Pada dasarnya kita juga sudah meminta penilai untuk melakukan penilaian terhadap tanah tersebut, just in case bahwa yang bersangkutan tidak bisa membayar dan kita harus menerima tanah tersebut," ujar Rio dalam rapat komisi XI DPR RI, Rabu (26/1/2022).
Meski demikian, ia menekankan tidak semerta-merta hal tersebut menjadikan utang perusahaan Bakri tersebut lunas. Pihaknya akan menunggu penilaian atas tanah tersebut dan melihat harganya sesuai pasar.
Jika aset tanah tersebut tidak bernilai atau tidak sampai dengan jumlah utangnya. Maka pemerintah akan tetap melakukan penagihan sisanya kepada Lapindo.
"Kita akan lihat apakah betul tanah tersebut bernilai atau tidak. Dalam hal tanah tersebut tidak bernilai, maka apapun selisihnya itu akan kita tagihkan," pungkasnya.
Adapun utang terkait Lapindo yang melilit keluarga Bakrie ini berawal pada Maret 2007. Saat itu pemerintah memberikan dana talangan untuk ganti rugi bencana alam Lumpur Lapindo melalui perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.
Pada saat itu perusahaan Bakrie memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar. Namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar.
Perjanjian pinjaman tersebut memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%. Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman. Kala perjanjian disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda. Atau Lunas pada 2019 lalu.
Nyatanya, semenjak uang negara dicairkan melalui perjanjian PRJ-16/MK.01/2015 mengenai Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007, Lapindo hanya mencicil satu kali.
Pihak Lapindo baru membayar utang dana talangan pemerintah sebesar Rp 5 miliar dari total utang Rp 773,8 miliar. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya harus mengembalikan uang negara sebesar Rp 1,91 triliun.
Pengembalian uang negara itu merupakan pokok, bunga, dan denda yang harus dibayar Lapindo atas pinjaman dana talangan akibat luapan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur.
s; cnbcindonesia.com